Blogroll

Selasa, 11 Januari 2011

Kampoeng Para Sahabat Alam


Tidak ada yang tau secara pasti, kapan Dusun Lembang Na' (kemudian diubah oleh org2 tdk bertangung jawab menjadi menjadi Lembanna hanya karena lidahnya tdk suka menyebut kalimat Lembang Na') mulai menjadi base camp pavorit di kalangan penggiat alam bebas Kota Makassar dan sekitarx. Dusun Lembang Na' adalah bagian kawasan hutan dari bagian wilayah Gunung BawakaraEng yang perlahan dijadikan lahan kebun dan lahan penggembalaan ternak penduduk di lingkungan Kampung Beru, sebelum tahun 1980-an.
Meskipun banyak versi yang pernah saya dapatkan, tetapi tahun 1985-1986 ketika saya sudah sering mengunjungi Gunung BawakaraEng dan menjadi penghuni tetap salah satu rumah di Kampung Beru (rumah itu konon adalah rumah pertama tempat menampung para pendaki gunung yang berniat mendaki gunung BawakaraEng awal tahun 1970-an) saya diperlihatkan sebuah buku tamu yang sudah lusuh nan usang bin lecek-lecek dan kabur2 mi tulisannya (oleh si empu rumah). Dalam catatan buku tersebut tertulis beberapa laporan kelompok pemuda yang akan melakukan pendakian ke Gunung BawakaraEng antara tahun 1976-1978. Nama kelompok trsbt aneh2 (menurut saya waktu itu).
Rumah itu (konon kabarnya) adalah rumah pertama yang resmi menampung pendaki gunung di tahun 1974 kemudian secara tidak resmi dijadikan base camp tetap untuk melapor bagi setiap kelompok yang berniat mendaki gunung dan ditempeli sebuah papan seukuran 75 cm x 50 cm dengan tulisan "Himpunan Pencinta Alam (HIPALA SULSEL)" ditambah tulisan lain : Siapkan Fisik dan Mentalmu Sebelum engkau Melangkah! Alam Dapat Berubah Menjadi Ganas ! ih..h.. Seram sekali seperti kalimat ancaman, saja!
Tetapi memang demikianlah adanya, zaman itu kawasan gunung BawakaraEng masih keliatan menakutkan. Perjalanan masih harus ditempuh sehari semalam atau bisa sampai dua hari (kalau tdk ketemu jalan naik atau turun). Jalur setapak yang tersedia ke arah puncak masih belum jelas betul, hutan masih sangat lebat ditambah cerita mistis melegenda yang menyiutkan nyali. Kelompok yang akan mendaki biasanya harus ditemani oleh seorang penduduk kampung Beru yang bertindak sebagai pemandu jalan (juga sekaligus porter) maklum masa itu alat camping masih terbuat bahan yang berat. Sebagai contoh, tenda paling canggih yang digunakan kelompok masa itu, umumnya terbuat terpal kain tebal yang serba berat (apalagi diguyur hujan, dah lengkapmi penderitaannya si porter tadi). Pokoknya masa itu semua serba baja, hanya yang bermental baja jualah yang sepadam dengan perjalanan di masa itu.
Zaman itu, perjalanan bukan hanya dimulai dari Kampung Beru, tetapi perjuangan sudah dimulai dari Kota Malino. Tracking melalui bukit2 dan hutan pinus dengan beban ransel dipundak. Jangan bayangkan, bahwa ada mobil yang lewat di jalur itu, hanya mobil yang salah arah yang mungkin lewat disitu.

Sekitar akhir tahun 1976, dengan semakin ramainya pendakian ke Gunung BawakaraEng, maka satu persatu penduduk Kampung Beru atau dusun lain terdekat yang sudah menikah! mulai membangun rumah-rumah kebun atau rumah permanen di Lembang Na', sebagian malah tetuah dusun Kampung Beru malah menetap di Lembang Na' dengan kegiatan bercocok tanam sayur-sayuran. Kelompok2 Pendatang yang berniat mendaki gunung mulai ngetem di salah satu rumah penduduk Lembang na' sebelum track ke puncak.
Saya sendiri sampai pada tahun 1987, masih lebih senang ngetem di Kampung Beru jika berniat mendaki. Selain sdh akrab dengan tuan rumah rumah itu juga cukup nyaman (tidak sedingin di Lembang Na') untuk istirahat semalam sebelum mendaki di tengah malam atau subuh dinihari.
Di Lembangna sendiri pertengahan tahun 1980-an, rumah-rumah penduduk sudah habis dibagi2 menjadi basecamp kelompok2 pencinta alam. Ada kelompok Ripala, Kharisma, Mapala UMI, Sintalaras (IKIP), Makassar Hiking Club, Korpala dan Sar (Unhas), ......dan banyak lagi yg sy sudah lupa nama2 kelompoknya.
Kehidupan masyarakat LembangNa' sangat sederhana dan bersahaja, setiap penduduk akan mengajak mampir kerumahnya jika berpapasan di jalan. Nasi jagung dan sayur kacampe menjadi menu andalan. Rumah Dg. Pepa (Alm) orang yang dituakan di Lembanna dan Dg. Mu'ding adalah base camp utama tempat melaporkan diri para sahabat2 alam tsb. Di masa itu ada aturan tidak tertulis yang disepakati oleh para pendaki, sebelum melakukan pendakian wajib hukumnya melaporkan diri dan ditulis dibuku tamu (informasi ini sebagai bahan kontrol perjalanan). Di rumah Dg. Mudding malah didirikan sebuah antena 2 metaran untuk menjadi bantuan komunikasi jika terjadi kondisi darurat.
Pendaki2 yang masuk daftar pengunjung tetap saling akrab dan membaur, even tahunan seperti Rimba Raya Mapala UMI dan upacara 17 -agustusan menjadi arena kumpul2 akbar para dedengkot untuk berbagi cerita dan pengalaman perjalanan (termasuk cerita sdkt ngibul). Saya dan kawan2 yang lebih muda menjadi pendengar setia dari cerita para dedengkot ini sampai larut malam. Perkenalan dan pertemanan dengan para dedengkot ini kemudian membawa saya bergabung melakukan perjalan ke gunung2 lain yang lebih jauh dan sulit seperti G. Latimojong dan G.Lompobattang.
Masa paling berkesan di Lembangna jika musim panen jagung tiba, setiap waktu panggilan untuk menyantap jagung datang dari hampir semua rumah yang ada di Lembangna'. Aneka santapan jagung, mulai dari jagung bakar, masak, bassang, sampai jagung setengah masak juga kita rasakan. Tuan rumah tidak akan beranjak sebelum kita memenuhi undangan ke kebun jagungnya. Perjalanan pulang ke Makassar sehabis mendaki harus direpotkan oleh bawaan oleh2 dari tuan rumah, kentang, daun prey, jagung dan sebagainya wajib dibawa! Persahabatan dan Ketulusan adalah perekat ikatan emosional antara kami dan penduduk Lembang Na'. Rumah setengah pangggung dengan atap yang kadang2 bocor tanpa pintu dan jendela memadai adalah "rumah kami", Setiap berkunjung saya selalu membawa buku tulis dan pensil untuk dibagikan ke anak2 usia sekolah penghuni rumah.
Malah di Tahun 1987, kami sempat mendirikan perpustakaan dan sekolah ala Lembang Na' di Posko bersama Dg. Mu'ding dengan tujuan untuk membantu anak usia sekolah di Lembang Na' belajar mandiri (sekolah waktu itu sangat jauh) itu salah satu karya positif para "sahabat alam" yang brilian di masa itu. Memperbaiki jembatan jalan masuk dan sumber air minum juga kita lakukan bersama2 dengan warga Lembang Na'. Lembang Na' bagaikan kampoeng kami, kampoeng para sahabat alam.
Panorama paling indah di Lembangna' adalah ketika kabut tebal mulai turun menutup rumah-rumah sederhana itu sampai di pelataran padang pinus yang luas. Panorama alam yang sulit terlupakan.
Saya masih ingat, bahwa pekerjaan paling melelahkan yang kita lakukan dengan warga Lembangna' adalah melakukan operasi penyelamatan dan evakuasi jenasah para korban "Jemaah Haji Gunung BawakaraEng" pada tahun 1987. Ada 11 jenasah dan beberapa korban lain yang masih hidup yang harus kita evakuasi dari sekitar puncak ke kaki gunung waktu itu. Guyuran hujan dan dinginya malam, tidak menjadi penghalang bagi kami untuk membantu operasi penyelamatan dan evakuasi, 3 hari kemudian baru operasi dinyatakan selesai.
Warga Lembang Na' yang laki2 dewasa turun membantu tanpa mengenal lelah dan mengharapkan balas jasa meski dengan meninggalkan pekerjaan rutin bertani mereka sehari-hari. Begitu tulusnya hati mereka.
Seiring perkembangan waktu, masa menjadi lewat.
Suatu waktu di 31 Desember akhir tahun 2009, setelah cukup lama saya tidak berkunjung kesana lagi,
saya mendapat undangan lisan dari kawan2 lama, untuk menghabiskan sisa waktu tahun 2009 untuk melakukan perjalanan ke Lembang Na' dan jika cuaca memungkinkan kita akan melakukan pendakian menuju sebuah lembah untuk sekedar mendirikan kemah dan bernostalgia dengan kawan2 lama. Perlengkapan lapangan dan logistik disiapkan oleh kawan2 yang sudah lebih dulu berangkat dan akan menunggu di Lembangna'.
Sore hari, ketika memasuki areal Kampoeng Beru saya lalu singgah dan mengunjungi beberapa orang tua tempat saya dulu sering tidur. Sedikit basa-basi, lalu pamit untuk bergabung dengan kawan2 lain di Lembangna'. Mobil saya belokkan perlahan, dan sangat kaget, bahwa jalan sudah diaspal, mobil sudah bisa nyampe ke Lembangna' tanpa kendala berarti.
Lembangna berubah perlahan menjadi pemukiman yang padat, statusnya menjadi sebuah Desa. Selain jalan masuk, mobil/motor, listrik, TV dan signal Hp juga bukan lagi barang mewah. Rumah2 mungil masa lalu sudah tidak keliatan lagi berganti menjadi rumah berdinding bata dengan aneka model dan warna cat.
Saya jadi begitu pangling, hampir saja tidak ketemu jejak masa lalu. Satu-satunya petunjuk yang dapat meyakinkan saya tentang Lembang na' saat ini ketika bertemu teman2 lama lagi. Saya berani bertaruh bahwa pasti sebagian besar penduduk di Kampoeng ini sudah tidak kenal dengan kami.
Agenda untuk menuju kesuatu tempat akhirnya dibatalkan, dan kami sepakat untuk menghabiskan waktu malam ini di salah satu rumah kerabat kami sambil bernostalgia! seperti 20 tahun lalu. Cerita masa lalu di tempat ini mulai ramae lagi, tetapi kali ini sudah tidak campur2 ngibul lagi, dan hampir semua sudah dikawal oleh "mantan pacar" alias sang isteri dan putra/putri mereka. Hiruk pikuk aneka cerita meramaikan malam itu, kabut dan dinginya malam sudah tidak seperti masa lalu lagi.
Yah itulah Lembang Na' kampoeng kita, "Kampoeng Para Sahabat Alam", kami berkumpul dan bertemu kembali setelah lebih 20 tahun lalu kami sering berkunjung ke tempat ini. Semua sudah berubah, semoga Ketulusan dan rasa persahabatan warga Desa Lembang Na' tidak lekang dimakan waktu,
YAH SEMOGA!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India